Doa dari rumah pelacuran.
Malam semakin larut, namun suara penuh kebisingan masih seperti siang hari. Suara kendaraan tiada henti, langkah kaki, cekikikan tertawa hingga desahan dimana-dimana. Para wanita menyambut semua lelaki yang datang dengan senyum ramah, menjajakan badan, menawarkan rokok dan minuman lalu sesekali menjulurkan lidah tuk menggoda. Orang-orang yang lewat disebrang jalan menatap mereka dengan penuh rasa jijik dan hina terutama para wanita-wanita yang terhormat, mereka menganggap kompleks perumahan pelacuran adalah hal ternajis yang pernah ada.
Malam itu, disebuah kamar kecil yang berantakan dan bau. Sampah rokok di mana-mana, botol bir diberbagai sudut ruangan dan plastik obat kuat juga kondom masih berserakan dilantai. Seorang wanita pemilik kamar menyalakan lilin lalu bersiap berdoa walau desahan dari kamar sebelah terdengar amat sangat kuat, dan kamar sebelahnya lagi terdengar suara tangisan dan jeritan. Iya tak peduli, iya mengatupkan tangan, menutup mata lalu berdoa.
“Tuhan, aku seorang wanita jalang, tidak sepantasnya aku yang hina ini datang kepada-Mu yang Maha Agung. Namun aku tau, bahwa sehina dan seburuk apapun, Engkau masih akan meluangkan waktu untuk mendengar do'a dari pendosa ini. Engkau juga tahu dengan pasti mengapa aku memilih jalan ini untuk melanjutkan hidup. Maaf Tuhan, Engkau harus membuang waktu-Mu sebentar hanya untuk mendengar doa dari seorang pelacur sialan ini. Hari ini, aku kembali bertemu dengan lelaki yang dulu menghancurkan hidupku, dan sialnya malam ini aku harus melayaninya sebagai seorang pelacur dan dulu aku melayaninya sebagai seorang pacar yang dia janjikan untuk dinikahi. Tuhan rasanya Aku ingin memecahkan kepalanya dengan botol atau setidaknya tidak ingin melayaninya, tapi, seharian ini hanya dia satu-satunya yang datang. Gilanya dia bercerita lagi tentang malam-malam panjang kami dulu sebelum akhirnya dia mencampakanku begitu saja.
Tanpa rasa bersalah dia mengatakan padaku bahwa dia tak menyangka aku akan memilih hidup menjadi seorang pelacur, dia menyayangkan pilihan hidupku saat ini, lalu membandingkan istrinya denganku, dia mengatakan kepadaku betapa hinanya hidupku saat ini, lantas bagaimana dengannya? Iya mengatakan memiliki istri yang baik dan keluarga yang harmonis, lalu mengapa malam ini dia datang ke tempat pelacuran bahkan bermain denganku dengan waktu yang lama. Siapakah yang hina sebenarnya? Apakah Engkau tau Tuhan? Atau apakah Engkau yang Maha Penyayang akan menghakimiku juga?
Tuhan, apakah Engkau tau bahwa dia yang pertama kali memaksaku melepaskan keperawananku untuknya sebagai pembuktian rasa cintaku, dan berjanji akan mempertanggung jawabkan semuanya,lalu dia meninggalkanku begitu saja tanpa rasa bersalah. Aku tau, aku yang bodoh, seharusnya saat itu aku tak mempercayainya, awalnya aku melakukannya atas dasar cinta lalu selanjutnya aku melakukannya karena takut ditinggalkan. Tapi akhirnya, semua berakhir menyakitkan bagiku. Aku juga salah, saat Engkau mempertemukanku dengan lelaki yang serius ingin menikahiku aku malah menolaknya. Jujur Tuhan, aku merasa hina, bagaimana mungkin seorang wanita serusak dan sehina ini dinikahi oleh seorang lelaki yang begitu baik, sempurna dan rajin beribadah? Aku menatap wajahku sendiri saja di cermin merasa amat sangat hina, bagaimana bisa aku bisa mengangkat kepala, menatap matanya yang indah itu lalu berkata bahwa aku sudah tidak perawan lagi? Bahwa aku sudah rusak oleh masa laluku? Bahwa aku bukan wanita yang baik?
Dan kini Tuhan, aku hidup dijalan yang kotor ini, terkadang aku merasa hina namun terkadang aku menikmati semuanya, terkadang aku merasa berdosa namun terkadang aku merasa bahwa ini satu-satunya jalan terbaik. Tuhan, maaf untuk waktu yang begitu lama Engkau luangkan untuk seorang pelacur hina ini, sebenarnya aku tak tau pasti apakah Engkau mendengarkan semuanya atau tidak. Sebab, Orang-orang yang rajin beribadah diluar sana selalu memandangku dengan rendah dan rasa jijik. Tuhan maafkan aku, hari ini aku berdoa, menyesal, memohon pengampunan lalu kembali ke dunia malamku. Aku tak tau dengan pasti entah kapan aku akan berhenti, mungkin sampai aku benar-benar sadar dan mendapatkan pekerjaan yang baru atau sampai disaat dimana kelaminku tak mampu lagi memuaskan para lelaki yang datang. Tuhan terimakasih, maaf disaat berdo’apun aku masih berkata kasar. “
Wanita itu mengakihiri doanya, membakar sebatang rokok pada lilin yang masih menyala lalu duduk bersender pada kasur kamarnya yang basah.
(Denpasar, 01 Oktober 2021)
Vika Julia. #l
Comments
Post a Comment