Politik Sebagai Mesin Menggapai Kedamaian Dunia
Relasi internasional sebagai usaha membina kekerabatan dan terciptanya kerjasama antar negara, terus dilangsungkan, perihal tidak ada satu negarapun yang dapat hidup dan berkembang tanpa adanya dukungan dari negara lain. Oleh karena itu, hal macam ini bukan baru didunia perpolitikan. Kendati demikian, hal ini dianggap menjadi tumpuan tercipta-tercapainya pertalian politis diantara para peserta. Sebab relasi politik dianggap menjadi satu-satunya jalan menuju kedamaian dunia. Relasi internasional (Politik), berarti berbicara tentang kekuasaan (dari Negara/Pemerintah).
Diharapkan, dengan pertalian politik yang ada, sedapat mungkin mendukung dan menjamin kelangsungan kehidupan sosial masyarakat internasional yang humanis dan harmonis. Mengapa demikian pentingnya hidup rukun secara internasional.? Karena dengan membiarkan perceraian internasional terjadi, maka akan memungkinkan terciptanya harmonisasi diberbagai bidang, pun halnya dengan spirit internasionalisme yang harus terus berapi-api.
Negara harus membawa ini paling utama dan terutama dan menjadikannya sebagai kebijaksanaan politis dalam berbagai kegiatan internasionalnya. Sehingga kita dapat menerjemahkan pertalian internasional tidak pada hakikatnya, melainkan tercipta oleha karena posisi dan komposisi, “Politik Sebagai Mesin Menggapai Kedamaian Dunia”.
Tak jarang, dibeberapa sesi, negara-negara didunia kerap se-ruangan, guna, membahas kepentingan masing-masing sekaligus mencerminkan kotestasi politik internasional yang tak lekang seiring kemajuan zaman dan tuntutan hidup masing-masing negara yang setiap harinya terus anjlok.
Kekuatan politik dipandang menjadi satu-satunya alat empuh bukan empuk dalam membawa satu negara bertalian dengan negara yang lainnya dalam hal melebarkan sayap bagi kelangsungan hidupnya terlepas dari kebijakan yang taraf nasional.
Lebih jauh dan layak ketika kipra politik internasional, mendewakan eksisntensi kemanusiaan ketimbang hanya sebagai ruang manipulasi dan rekayasa sosial belaka. Katakanlah kita mendamaikan berbagai aktivitas politik internasional dengan cara menjiplak gagasan Plato maupun Aristoteles yang tak lazim menjadikan politik sebagai dapur agar dapat mengolah dan menghasilkan konsep pengaturan masyarakat, bahwa pertalian politik internasional mestinya dimaksudkan sebagai wadah yang dapat mewujudkan kelompok masyarakat politik atau suatu organisasi negara yang baik dan handal.
Acap kali antitesis seperti ini bermuara pada kecemasan yang lahir dari berbagai fenomena kehidupan dunia dan sosial masyarakat internasional yang tak jarang melahirkan bencana dan api lewat pertikaian yang enggan mengenal waktu. Mestinya relasi politik sediakala dapat memangkas penghisapan negara atas negara. Seyogianya, kebijakan politik se-dapat mungkin menjembatani kehidupan internasional yang harmonis, tentram dan damai tanpa harus saling melenyapkan satu terhadap yang lain bersama gemah dan ganasnya api Rudal.
Tengoklah aktivitas rudal dan gencatan senjata api di Timur Tengah yang mempertemukan kekuatan Militer antara Negara Adikuasa Amerika Serikat dengan Negeri Seribu Mullah Iran. Disinyalir, bahwa terjadinya baku tempur karena persoalan kemanusaiaan. Gencatan senjata kedua negara kian mengudara dan dibiarkan bertamu di siang bolong sehingga mencekam nyawa-nyawa tak berdosa lainnya. Kita tidak menutup mata dan dapat membayangkan bagaimana keresahan ditengah-tengah aktivitas warga yang diakibatkan oleh pertikaian yang ada. Tentu hal tersebut akan menyurutkan rasa persatuan diantara kedua negara. Hal lain yang paling riskan tentu menyebabkan kecemasan yang sifatnya mendunia. Karena bagaimanapun juga masing-masing negara memiliki ikatan bilateral dengan negara yang lain (semisalnya kerjasama ekonomi dan sebagainya dengan Indonesia).
Kita berharap kejadian ini tidak akan berlangsung lama dan bisa diselesaikan dengan jalur perdamaian. Pembabatan liar tersebut harus segera diselesaikan lewat jalurnya. Sebab menurut berita yang disampaikan beberapa hari terakhir, terkonfirmasi, bahwa hambu-hamburan api pembunuhan dilatar belakangi oleh motif telah terkaparnya nyawa salah satu tokoh Garda Revolusi Iran Jenderal Soleimani yang ditembak oleh tentara sekutu. Kita serahkan masalah tersebut kepada pihak yang berwenang dan kita doakan semuanya dapat berjalan lewat komunikasi damai. Amin!!!
Lanjut ke-halaman berikut, seolah-olah, peperangan menjadi agenda yang memang harus tejadi bersamaan setelah euvoria pergantian tahun. Sejarah kemudian mencatat bahwa Januari menjadi saksi bisu panggung mematikan, mengenaskan, pun menegangkan. Kabut tebal bak air berkeruh kembali terjadi. Perhelatan perang Amerika dan Iran serasa belum cukup untuk menggemparkan dunia. Ring berikut yang tak kalah ganas dan berakhir menghebohkan dunia, tersaji lewat pemberitaan berbagai media mainstream. Yaitu percekcokkan antara Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan Negeri Tirai Bambu China di perairan Natuna, Kepulauan Riau. Seperti yang diberitakn KOMPAS.Com pada Selasa, 31 Desember 2019 (08:19 WIB). Jika dirunut, semua berawal dari pristiwa pada pengujung tahun lalu. Saat itu, Pemerintah RI menyatakan protes kepada Pemerintah China pada senin (30/12/2019) dan Kamis (2/1/2020 karena pelanggaran Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) di Natuna. Pelanggaran ini termasuk kegiatan illegal, unreported and unregulated (IUU) fishing dan kedaulatan oleh Coast Guard China atau penjaga pantai China di perairan Natuna.
Hemat pikir saya, tentu ini menjadi tamparan keras bagi nadi keamanan dalam negeri dikarenakan telah hilangnya martabat hidup politik kedua Negara (Indonesia-China) yang sudah jauh terjalin sebelumnya. Kemungkinan besar, ada “kepentingan” terselubung yang ditargetkan China dengan kegiatan brutalnya tersebut. Lantas, apa dan mengapa sehingga kesetiaan internasionalisme tenggelam begitu saja kedalam dalamnya lautan Natuna.?
Iming-iming ingin menduduki dan menguasai ZEE Indonesia yang merupakan hasil UNCLOS 1982, menjadi alasan bagi aparat keamanan kita bersama pemerintah, melangsungkan proses evakuasi TKP dengan mengusir sekutu secara paksa. Apapun alasannya, segala sesuatu yang sangkut pautnya dengan harga diri dan martabat bangsa, tidak dibiarkan berlama-lama berjelajah diatas bumi kepulauan ini.
Kira-kira seperti itu slogan termasyur belakangan ini sekaligus sebagai pertanda tidak ada ampun bagi siapapun termasuk China untuk merampas Sumber Daya Alam Indonesia termasuk perairan Natuna beserta segala isinya.
Ya ampun!! Apa maksud teater dan gestur yang dipertontonkan kali ini, dimana kuasa dan kebijaksanaan Politik yang sifatnya mendamaikan.? Akankah semua kekacauan semacam peperangan dapat terselesaikan dan dikemas sedemikian rupa sehingga nurani kemanusiaanlah yang tetap dipertaruhkan. Ditengah pluralisme negara dalam berjejeraing kesatuan dan persatuan internasional, martabat manusia dan kemanusiaan jangan sampai kabur dan lenyap begitu prakmatisme menguasa.
Politik mesti dibiarkan mengalir begitu saja. Politik tidak boleh hidup untuk dirinya sendiri melainkan mengabdi kepada kepentingan warga masyakarakat. Politik harus pro-rakyat dan pro-keadilan. Artinya kebebasan warga negara termasuk kebebasan berpikir, hidup bebas tanpa sekat dan diskriminasi, serta mampu menjalin relasi internasional yang sifatnya dapat meningkatkan kesejahteraan hidup, mesti dijamin dengan dan melalui kebijaksanaan politik.
Katakanlah kita titip semua kegalauan seperti ini kepada kewenangan yang lebih tinggi yang sudah memiliki kemapaman kewenangan (sebut saja Lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa). Meskipun lembaga tersebut dianggap sering buta dan tuli terhadap serta melempen saja menanggapi setiap pertikaian dibeberapa tempat, tetapi kita tetap optimis menaruh kepercayaan bawha dia akan tetap memiliki simpatik dan empatik dalam menanggulangi setiap perselisihan yang marak bermuncullan. Sedangkan kita berharap “Semoga”!!
![]() |
Onal Jarud 😎 |
Relasi internasional sebagai usaha membina kekerabatan dan terciptanya kerjasama antar negara, terus dilangsungkan, perihal tidak ada satu negarapun yang dapat hidup dan berkembang tanpa adanya dukungan dari negara lain. Oleh karena itu, hal macam ini bukan baru didunia perpolitikan. Kendati demikian, hal ini dianggap menjadi tumpuan tercipta-tercapainya pertalian politis diantara para peserta. Sebab relasi politik dianggap menjadi satu-satunya jalan menuju kedamaian dunia. Relasi internasional (Politik), berarti berbicara tentang kekuasaan (dari Negara/Pemerintah).
Diharapkan, dengan pertalian politik yang ada, sedapat mungkin mendukung dan menjamin kelangsungan kehidupan sosial masyarakat internasional yang humanis dan harmonis. Mengapa demikian pentingnya hidup rukun secara internasional.? Karena dengan membiarkan perceraian internasional terjadi, maka akan memungkinkan terciptanya harmonisasi diberbagai bidang, pun halnya dengan spirit internasionalisme yang harus terus berapi-api.
Negara harus membawa ini paling utama dan terutama dan menjadikannya sebagai kebijaksanaan politis dalam berbagai kegiatan internasionalnya. Sehingga kita dapat menerjemahkan pertalian internasional tidak pada hakikatnya, melainkan tercipta oleha karena posisi dan komposisi, “Politik Sebagai Mesin Menggapai Kedamaian Dunia”.
Tak jarang, dibeberapa sesi, negara-negara didunia kerap se-ruangan, guna, membahas kepentingan masing-masing sekaligus mencerminkan kotestasi politik internasional yang tak lekang seiring kemajuan zaman dan tuntutan hidup masing-masing negara yang setiap harinya terus anjlok.
Kekuatan politik dipandang menjadi satu-satunya alat empuh bukan empuk dalam membawa satu negara bertalian dengan negara yang lainnya dalam hal melebarkan sayap bagi kelangsungan hidupnya terlepas dari kebijakan yang taraf nasional.
Lebih jauh dan layak ketika kipra politik internasional, mendewakan eksisntensi kemanusiaan ketimbang hanya sebagai ruang manipulasi dan rekayasa sosial belaka. Katakanlah kita mendamaikan berbagai aktivitas politik internasional dengan cara menjiplak gagasan Plato maupun Aristoteles yang tak lazim menjadikan politik sebagai dapur agar dapat mengolah dan menghasilkan konsep pengaturan masyarakat, bahwa pertalian politik internasional mestinya dimaksudkan sebagai wadah yang dapat mewujudkan kelompok masyarakat politik atau suatu organisasi negara yang baik dan handal.
Acap kali antitesis seperti ini bermuara pada kecemasan yang lahir dari berbagai fenomena kehidupan dunia dan sosial masyarakat internasional yang tak jarang melahirkan bencana dan api lewat pertikaian yang enggan mengenal waktu. Mestinya relasi politik sediakala dapat memangkas penghisapan negara atas negara. Seyogianya, kebijakan politik se-dapat mungkin menjembatani kehidupan internasional yang harmonis, tentram dan damai tanpa harus saling melenyapkan satu terhadap yang lain bersama gemah dan ganasnya api Rudal.
Tengoklah aktivitas rudal dan gencatan senjata api di Timur Tengah yang mempertemukan kekuatan Militer antara Negara Adikuasa Amerika Serikat dengan Negeri Seribu Mullah Iran. Disinyalir, bahwa terjadinya baku tempur karena persoalan kemanusaiaan. Gencatan senjata kedua negara kian mengudara dan dibiarkan bertamu di siang bolong sehingga mencekam nyawa-nyawa tak berdosa lainnya. Kita tidak menutup mata dan dapat membayangkan bagaimana keresahan ditengah-tengah aktivitas warga yang diakibatkan oleh pertikaian yang ada. Tentu hal tersebut akan menyurutkan rasa persatuan diantara kedua negara. Hal lain yang paling riskan tentu menyebabkan kecemasan yang sifatnya mendunia. Karena bagaimanapun juga masing-masing negara memiliki ikatan bilateral dengan negara yang lain (semisalnya kerjasama ekonomi dan sebagainya dengan Indonesia).
Kita berharap kejadian ini tidak akan berlangsung lama dan bisa diselesaikan dengan jalur perdamaian. Pembabatan liar tersebut harus segera diselesaikan lewat jalurnya. Sebab menurut berita yang disampaikan beberapa hari terakhir, terkonfirmasi, bahwa hambu-hamburan api pembunuhan dilatar belakangi oleh motif telah terkaparnya nyawa salah satu tokoh Garda Revolusi Iran Jenderal Soleimani yang ditembak oleh tentara sekutu. Kita serahkan masalah tersebut kepada pihak yang berwenang dan kita doakan semuanya dapat berjalan lewat komunikasi damai. Amin!!!
Lanjut ke-halaman berikut, seolah-olah, peperangan menjadi agenda yang memang harus tejadi bersamaan setelah euvoria pergantian tahun. Sejarah kemudian mencatat bahwa Januari menjadi saksi bisu panggung mematikan, mengenaskan, pun menegangkan. Kabut tebal bak air berkeruh kembali terjadi. Perhelatan perang Amerika dan Iran serasa belum cukup untuk menggemparkan dunia. Ring berikut yang tak kalah ganas dan berakhir menghebohkan dunia, tersaji lewat pemberitaan berbagai media mainstream. Yaitu percekcokkan antara Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan Negeri Tirai Bambu China di perairan Natuna, Kepulauan Riau. Seperti yang diberitakn KOMPAS.Com pada Selasa, 31 Desember 2019 (08:19 WIB). Jika dirunut, semua berawal dari pristiwa pada pengujung tahun lalu. Saat itu, Pemerintah RI menyatakan protes kepada Pemerintah China pada senin (30/12/2019) dan Kamis (2/1/2020 karena pelanggaran Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) di Natuna. Pelanggaran ini termasuk kegiatan illegal, unreported and unregulated (IUU) fishing dan kedaulatan oleh Coast Guard China atau penjaga pantai China di perairan Natuna.
Hemat pikir saya, tentu ini menjadi tamparan keras bagi nadi keamanan dalam negeri dikarenakan telah hilangnya martabat hidup politik kedua Negara (Indonesia-China) yang sudah jauh terjalin sebelumnya. Kemungkinan besar, ada “kepentingan” terselubung yang ditargetkan China dengan kegiatan brutalnya tersebut. Lantas, apa dan mengapa sehingga kesetiaan internasionalisme tenggelam begitu saja kedalam dalamnya lautan Natuna.?
Iming-iming ingin menduduki dan menguasai ZEE Indonesia yang merupakan hasil UNCLOS 1982, menjadi alasan bagi aparat keamanan kita bersama pemerintah, melangsungkan proses evakuasi TKP dengan mengusir sekutu secara paksa. Apapun alasannya, segala sesuatu yang sangkut pautnya dengan harga diri dan martabat bangsa, tidak dibiarkan berlama-lama berjelajah diatas bumi kepulauan ini.
Kira-kira seperti itu slogan termasyur belakangan ini sekaligus sebagai pertanda tidak ada ampun bagi siapapun termasuk China untuk merampas Sumber Daya Alam Indonesia termasuk perairan Natuna beserta segala isinya.
Ya ampun!! Apa maksud teater dan gestur yang dipertontonkan kali ini, dimana kuasa dan kebijaksanaan Politik yang sifatnya mendamaikan.? Akankah semua kekacauan semacam peperangan dapat terselesaikan dan dikemas sedemikian rupa sehingga nurani kemanusiaanlah yang tetap dipertaruhkan. Ditengah pluralisme negara dalam berjejeraing kesatuan dan persatuan internasional, martabat manusia dan kemanusiaan jangan sampai kabur dan lenyap begitu prakmatisme menguasa.
Politik mesti dibiarkan mengalir begitu saja. Politik tidak boleh hidup untuk dirinya sendiri melainkan mengabdi kepada kepentingan warga masyakarakat. Politik harus pro-rakyat dan pro-keadilan. Artinya kebebasan warga negara termasuk kebebasan berpikir, hidup bebas tanpa sekat dan diskriminasi, serta mampu menjalin relasi internasional yang sifatnya dapat meningkatkan kesejahteraan hidup, mesti dijamin dengan dan melalui kebijaksanaan politik.
Katakanlah kita titip semua kegalauan seperti ini kepada kewenangan yang lebih tinggi yang sudah memiliki kemapaman kewenangan (sebut saja Lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa). Meskipun lembaga tersebut dianggap sering buta dan tuli terhadap serta melempen saja menanggapi setiap pertikaian dibeberapa tempat, tetapi kita tetap optimis menaruh kepercayaan bawha dia akan tetap memiliki simpatik dan empatik dalam menanggulangi setiap perselisihan yang marak bermuncullan. Sedangkan kita berharap “Semoga”!!
Comments
Post a Comment