Segelas KOPI dan DEPRESI ☕💔
Pagi ini, ketika mentari kembali pancarkan sinarnya ke langit biru yang masih terlihat pekat di atas sana.
Aku kembali duduk di singgasanaku sambil menatap rona emasnya yang semakin tinggi menghampiri langit yang masih tertutup awan sebagiannya. Seperti biasa,segelas kopi hitam kembali temani pagiku bersama buku harianku yang sudah lusuh. Lalu
Aku menatap langit dengan kosongku, walau sebenarnya dalam kekosonganku, aku sedang merindukan seseorang yang pernah menjadi mentari pagiku, dan dalam hati aku berkata "Kau tau ,dalam setiap pagiku, aku ingin menatap lagit ini bersamamu."
Aku menundukkan kepalaku, lalu tersenyum pada lantai, sebenarnya ada air yang mau mengalir dari mata ini, tapi kepalan tanganku melarangnya turun.
"Hey !! Wanita depresi !!" Teriak Jessy menyapaku yang tengah melamun, mungkin karena sudah berapa kali iya menyapa namun aku tak menyadarinya.
"Apa lagi Je." Jawabku.
"Kamu nggak punya kebiasaan lain selain ngopi?" Ejeknya sambil menyalakan korek api tuk membakar rokoknya.
Aku hanya tersenyum padanya tanpa menjawabnya.
"Ntar kamu kecanduan loh, ujung2nya sakit." Ucapnya lagi, dan lagi, aku hanya melempar senyum padanya.
"Tuh kan ! Diem aja. Emang udah nggak waras nihh bocah sekarang." Katanya lagi dengan raut wajah kesal.
"Ini cuma kopi Jes, bukan Narkoba." Jawabku.
"Tapi lama kelamaan kamu bakal kecanduan kaya narkoba." Katanya lagi, lalu kembali mengisap rokok dan mengepulkan asapnya yang sungguh mengganggu nafasku.
"Kamu juga bisa berhenti rokok nggak sih Jes.?" Tanyaku sembari meliriknya.
Jessy tak menjawab, dia hanya kembali mengisap rokoknya.
Aku ingin bercerita sedikit tentang "Jessy".
"Jessy Kirana Kana" gadis cantik bertato ini adalah sahabatku sejak 6 tahun aku berada di tanah rantuanku ini.
Jessy yang selalu ada dalam setiap suka dan dukaku.
Dia bukan sekedar sahabat, tapi juga saudara untukku.
Bahkan bertingkah seperti Ibu, yg selalu memerhatikan pola makanku, merawatku saat sakit dan siap menceramahiku setiap hari.
Kadang Dia juga bertingkah seperti Ayah yang siap menjagaku setiap saat,mengatur jadwal keluarku.
Bukan cuma itu, "Jessy" juga seperti ojek pribadiku, yang siap antar jemput 24 jam.
Dan kalian tau ? Aku beruntung memiliki sahabat sepertinya.
Di saat aku kehilangan lelaki yang aku sayangi.
Di saat aku dihianati sahabatku sendiri.
Di saat aku merasa benar-benar sendiri.
Di situlah Tuhan mengganti semuanya dengan "Jessy"
Di situlah Tuhan memberikan "Jessy" sebagai penolongku menghadapi semua cobaan yang harus aku lalui.
Masih teringat jelas bagaimana "Jessy" menampar Natan dan Ningsih di pelaminan,lalu menarik tanganku untuk keluar dari kemah itu.
Aku yang saat itu hanya mampu menangis dan menahan marah dengan sejuta sesal tak dapat berbuat apa-apa selain pasrah melihat lelaki yang aku pertahankan, aku perjuangkan selama 3 tahun malah menikahi sahabatku,sahabat baikku, orang kepercayaanku.
Tapi mau bagaimana lagi? Apa yang bisa Aku lakukan selain pasrah, saat perut Ningsih sudah buncit berisikan benih manusia? Ahhh!!sudahlah!!
Kenangan itu hanya membuatku kembali terluka.
"Ndra, kapan sih kamu bisa berhenti ngopi?". "Jessy" kembali bertanya kepadaku.
"Entahlah Jes."Jawabku sambil menatap langit.
"Kamu itu cewek Sandra."
"Terus?"
"Yah aneh aja liatin anak cewek ngopi. Kamu itu kaya bapak-bapak di pos ronda tau nggak." Katanya dengan nada sedikit ketus.
"Ketimbang aku minum bir atau make narkoba kan Jes ?"
"Tapi kopinya kelewat banyak tuh Ndra. Kalau cuma secankir mah nggak apa-apa. Itu gelasnya kelewat gede."
"Udah kebiasaan Jes, udah nggak bisa minum yang porsinya kecil." Jawabku sambil menyengir.
"Kamu nyadar nggak sih kalau kamu udah kecanduan !" Bentaknya.
"Ini kopi Jes, bukan Narkoba. Mending aku kecanduan kopi ketimbang narkobakan? " jawabku dengan senyum, mencoba menenangkan situasi yang sedikit menegang.
Jessy tak menjawab, wanita bertato berparas ayu yang duduk di sampingku itu mematikan rokoknya,lalu menundukkan kepalanya.
Aku tau dia marah padaku, karna sudah berulang kali dia menasihatiku untuk berhenti mengonsumsi kopi, lebih tepatnya mengonsumsi kopi dengan porsi yang kelewat batas setiap harinya.
"Jes,kamu marah padaku?" Tanyaku dengan sedikit ragu.
Jessy hanya menggelengkan kepalanya lalu kembali diam.
Akupun ikut diam, kutatap langit dan menyapa awan dengan senyuman.
" Kau tau Jes, ini adalah caraku melawan depresiku." Kataku kembali memulai pembicaraan,agar tak ada salah paham di antara kami.
"Ini adalah caraku obati lukaku, Karna dengan cara inilah aku mencoba menenangkan pikiranku.
Melawan gejolak hatiku yang tak menentu,meredahkan marahku dan mencoba damai dengan masa laluku.
Kau tau kan Jes, kalau aku tidak baik-baik saja setelah kejadian 3 tahun yang lalu itu?
Sebenarnya ini tak adil bagiku Jes, aku berjuang melupakan sakit hatiku, melawan depresiku, sedangkan mereka? Mereka baik-baik saja bahkan bahagia!
Maka dengan cara inilah aku mencoba menikmati semuanya Jess, dengan menikmati segelas kopi, rasanya tenang sekali.
Karna bersama itu pula, aku mencoba menepis semua kenangan pahitku.
Ku harap kau mengerti Jes."
Jessy menatapku, lalu tangannya mengelus-elus kepalaku dan menepuk pundakku.
Sebenarnya, aku tak mau membahas masalah ini lagi,benar-benar tak mau.
Karna setiap kali aku mengingatnya, rasa benci dan dendam terus menyelimutiku.
Lalu ku ambil gelas kopiku dan meneguknya, bersama kopi itu juga ku teguk semua pahit dan kerasnyaa hidup ini. Bersama segelas kopi aku mencoba untuk berdamai dengan depresiku.
By
Fransiska Julia.
Pagi ini, ketika mentari kembali pancarkan sinarnya ke langit biru yang masih terlihat pekat di atas sana.
Aku kembali duduk di singgasanaku sambil menatap rona emasnya yang semakin tinggi menghampiri langit yang masih tertutup awan sebagiannya. Seperti biasa,segelas kopi hitam kembali temani pagiku bersama buku harianku yang sudah lusuh. Lalu
Aku menatap langit dengan kosongku, walau sebenarnya dalam kekosonganku, aku sedang merindukan seseorang yang pernah menjadi mentari pagiku, dan dalam hati aku berkata "Kau tau ,dalam setiap pagiku, aku ingin menatap lagit ini bersamamu."
Aku menundukkan kepalaku, lalu tersenyum pada lantai, sebenarnya ada air yang mau mengalir dari mata ini, tapi kepalan tanganku melarangnya turun.
"Hey !! Wanita depresi !!" Teriak Jessy menyapaku yang tengah melamun, mungkin karena sudah berapa kali iya menyapa namun aku tak menyadarinya.
"Apa lagi Je." Jawabku.
"Kamu nggak punya kebiasaan lain selain ngopi?" Ejeknya sambil menyalakan korek api tuk membakar rokoknya.
Aku hanya tersenyum padanya tanpa menjawabnya.
"Ntar kamu kecanduan loh, ujung2nya sakit." Ucapnya lagi, dan lagi, aku hanya melempar senyum padanya.
"Tuh kan ! Diem aja. Emang udah nggak waras nihh bocah sekarang." Katanya lagi dengan raut wajah kesal.
"Ini cuma kopi Jes, bukan Narkoba." Jawabku.
"Tapi lama kelamaan kamu bakal kecanduan kaya narkoba." Katanya lagi, lalu kembali mengisap rokok dan mengepulkan asapnya yang sungguh mengganggu nafasku.
"Kamu juga bisa berhenti rokok nggak sih Jes.?" Tanyaku sembari meliriknya.
Jessy tak menjawab, dia hanya kembali mengisap rokoknya.
Aku ingin bercerita sedikit tentang "Jessy".
"Jessy Kirana Kana" gadis cantik bertato ini adalah sahabatku sejak 6 tahun aku berada di tanah rantuanku ini.
Jessy yang selalu ada dalam setiap suka dan dukaku.
Dia bukan sekedar sahabat, tapi juga saudara untukku.
Bahkan bertingkah seperti Ibu, yg selalu memerhatikan pola makanku, merawatku saat sakit dan siap menceramahiku setiap hari.
Kadang Dia juga bertingkah seperti Ayah yang siap menjagaku setiap saat,mengatur jadwal keluarku.
Bukan cuma itu, "Jessy" juga seperti ojek pribadiku, yang siap antar jemput 24 jam.
Dan kalian tau ? Aku beruntung memiliki sahabat sepertinya.
Di saat aku kehilangan lelaki yang aku sayangi.
Di saat aku dihianati sahabatku sendiri.
Di saat aku merasa benar-benar sendiri.
Di situlah Tuhan mengganti semuanya dengan "Jessy"
Di situlah Tuhan memberikan "Jessy" sebagai penolongku menghadapi semua cobaan yang harus aku lalui.
Masih teringat jelas bagaimana "Jessy" menampar Natan dan Ningsih di pelaminan,lalu menarik tanganku untuk keluar dari kemah itu.
Aku yang saat itu hanya mampu menangis dan menahan marah dengan sejuta sesal tak dapat berbuat apa-apa selain pasrah melihat lelaki yang aku pertahankan, aku perjuangkan selama 3 tahun malah menikahi sahabatku,sahabat baikku, orang kepercayaanku.
Tapi mau bagaimana lagi? Apa yang bisa Aku lakukan selain pasrah, saat perut Ningsih sudah buncit berisikan benih manusia? Ahhh!!sudahlah!!
Kenangan itu hanya membuatku kembali terluka.
"Ndra, kapan sih kamu bisa berhenti ngopi?". "Jessy" kembali bertanya kepadaku.
"Entahlah Jes."Jawabku sambil menatap langit.
"Kamu itu cewek Sandra."
"Terus?"
"Yah aneh aja liatin anak cewek ngopi. Kamu itu kaya bapak-bapak di pos ronda tau nggak." Katanya dengan nada sedikit ketus.
"Ketimbang aku minum bir atau make narkoba kan Jes ?"
"Tapi kopinya kelewat banyak tuh Ndra. Kalau cuma secankir mah nggak apa-apa. Itu gelasnya kelewat gede."
"Udah kebiasaan Jes, udah nggak bisa minum yang porsinya kecil." Jawabku sambil menyengir.
"Kamu nyadar nggak sih kalau kamu udah kecanduan !" Bentaknya.
"Ini kopi Jes, bukan Narkoba. Mending aku kecanduan kopi ketimbang narkobakan? " jawabku dengan senyum, mencoba menenangkan situasi yang sedikit menegang.
Jessy tak menjawab, wanita bertato berparas ayu yang duduk di sampingku itu mematikan rokoknya,lalu menundukkan kepalanya.
Aku tau dia marah padaku, karna sudah berulang kali dia menasihatiku untuk berhenti mengonsumsi kopi, lebih tepatnya mengonsumsi kopi dengan porsi yang kelewat batas setiap harinya.
"Jes,kamu marah padaku?" Tanyaku dengan sedikit ragu.
Jessy hanya menggelengkan kepalanya lalu kembali diam.
Akupun ikut diam, kutatap langit dan menyapa awan dengan senyuman.
" Kau tau Jes, ini adalah caraku melawan depresiku." Kataku kembali memulai pembicaraan,agar tak ada salah paham di antara kami.
"Ini adalah caraku obati lukaku, Karna dengan cara inilah aku mencoba menenangkan pikiranku.
Melawan gejolak hatiku yang tak menentu,meredahkan marahku dan mencoba damai dengan masa laluku.
Kau tau kan Jes, kalau aku tidak baik-baik saja setelah kejadian 3 tahun yang lalu itu?
Sebenarnya ini tak adil bagiku Jes, aku berjuang melupakan sakit hatiku, melawan depresiku, sedangkan mereka? Mereka baik-baik saja bahkan bahagia!
Maka dengan cara inilah aku mencoba menikmati semuanya Jess, dengan menikmati segelas kopi, rasanya tenang sekali.
Karna bersama itu pula, aku mencoba menepis semua kenangan pahitku.
Ku harap kau mengerti Jes."
Jessy menatapku, lalu tangannya mengelus-elus kepalaku dan menepuk pundakku.
Sebenarnya, aku tak mau membahas masalah ini lagi,benar-benar tak mau.
Karna setiap kali aku mengingatnya, rasa benci dan dendam terus menyelimutiku.
Lalu ku ambil gelas kopiku dan meneguknya, bersama kopi itu juga ku teguk semua pahit dan kerasnyaa hidup ini. Bersama segelas kopi aku mencoba untuk berdamai dengan depresiku.
By
Fransiska Julia.
Comments
Post a Comment