Beberapa pandangan mengatakan bahwa merokok dapat menyebabkan penyakit paru paru, pandangan lain juga mengatakan rokok itu diharamkan oleh agama. Sebagai perokok sejati saya tidak peduli dengan pandangan itu karena didasari oleh rasa kemanusiaan. Konon saat indonesia saat mengalami krisis ekonomi, prusahan kreteklah yang mampu membentengi hal tersebut walau hanya beberapa persen. Di kala itu juga prusahan kretek mempekerjakan orang indonesia hingga ribuan tenaga kerja. Hal ini menunjukkan bahwa prusahan kretek sangat peduli dengan banyaknya pengangguran yang ada di negeri ini. Makin kesini beberapa pandangan mengatakan bahwa rokok diharamkan oleh agama..
Menurut saya ketika seseorang berpendapat bahwa rokok dan miras itu sama, saya akui itu karena mereka memadangnya dari segi religius dan saya maklumi itu.
But... look at now...
Setiap orang menjadikan rokok sebagai teman hidup juga sebagai media pemersatu juga membangun relasi.. toh kita kan mahluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa orang lain.
Rokok itu berbahaya bagi kesehatan.. ya ialah kaliankan memandangnya dari segi medis... dan lagi lagi saya maklumi itu.
Merokok adalah bagian dari life style seseorang.. jadi perjuma kita hidup kalau cuma ngikutin gaya orang lain, alangkah baiknya yaa.. be your self lah...
Okee pasti banyak yg bertanya kenapa saya merokok...
Selain life style, dari segi history saya sangat menghargai seorang legenda
Nitisemito seorang buta huruf, putra Ibu Markanah di desa Janggalan dengan nama kecil Rusdi. Ayahnya, Haji Sulaiman adalah kepala desa Janggalan. Pada usia 17 tahun, ia mengubah namanya menjadi Nitisemito. Pada usia tersebut, ia merantau ke Malang, Jawa Timur untuk bekerja sebagai buruh jahit pakaian. Usaha ini berkembang sehingga ia mampu menjadi pengusaha konfeksi. Namun beberapa tahun kemudian usaha ini kandas karena terlilit hutang. Nitisemito pulang kampung dan memulai usahanya membuat minyak kelapa, berdagang kerbau namun gagal. Ia kemudian bekerja menjadi kusir dokar sambil berdagang tembakau. Saat itulah dia berkenalan dengan Mbok Nasilah, pedagang rokok klobot di Kudus.
Mbok Nasilah, yang juga dianggap sebagai penemu pertama rokok kretek, menemukan rokok kretek untuk menggantikan kebiasaan nginang pada sekitar tahun 1870. Di warungnya, yang kini menjadi toko kain Fahrida di Jalan Sunan Kudus, Mbok nasilah menyuguhkan rokok temuannya untuk para kusir yang sering mengunjungi warungnya. Kebiasaan nginang yang sering dilakukan para kusir mengakibatkan kotornya warung Mbok Nasilah, sehingga dengan menyuguhkan rokok, ia berusaha agar warungnya tidak kotor. Pada awalnya ia mencoba meracik rokok. Salah satunya dengan menambahkan cengkeh ke tembakau. Campuran ini kemudian dibungkus dengan klobot atau daun jagung kering dan diikat dengan benang. Rokok ini disukai oleh para kusir dokar dan pedagang keliling. Salah satu penggemarnya adalah Nitisemito yang saat itu menjadi kusir.
Nitisemito lantas menikahi Nasilah dan mengembangkan usaha rokok kreteknya menjadi mata dagangan utama. Usaha ini maju pesat. Nitisemito memberi label rokoknya "Rokok Tjap Kodok Mangan Ulo" (Rokok Cap Kodok makan Ular). Nama ini tidak membawa hoki malah menjadi bahan tertawaan. Nitisemito lalu mengganti dengan Tjap Bulatan Tiga. Lantaran gambar bulatan dalam kemasan mirip bola, merek ini kerap disebut Bal Tiga. Julukan ini akhirnya menjadi merek resmi dengan tambahan Nitisemito (Tjap Bal Tiga H.M. Nitisemito).
Bal Tiga resmi berdiri pada 1914 di Desa Jati, Kudus. Setelah 10 tahun beroperasi, Nitisemito mampu membangun pabrik besar diatas lahan 6 hektare di Desa jati. Ketika itu, di Kudus telah berdiri 12 perusahaan rokok besar, 16 perusahaan menengah, dan tujuh pabrik rokok kecil (gurem). Di antara pabrik besar itu adalah milik M. Atmowidjojo (merek Goenoeng Kedoe), H.M Muslich (merek Delima), H. Ali Asikin (merek Djangkar), Tjoa Khang Hay (merek Trio), dan M. Sirin (merek Garbis & Manggis).
Sejarah mencatat Nitisemito mampu mengomandani 10.000 pekerja dan memproduksi 10 juta batang rokok per hari 1938. Kemudian untuk mengembangkan usahanya, ia menyewa tenaga pembukuan asal Belanda. Pasaran produknya cukup luas, mencakup kota-kota di Jawa, Sumatera, Sulawesi, Kalimantan bahkan ke Negeri Belanda sendiri. Ia kreatif memasarkan produknya, misalnya dengan menyewa pesawat terbang Fokker seharga 200 gulden saat itu untuk mempromosikan rokoknya ke Bandung dan Jakarta.
So... pandanglah sesuatu dari semua sisi...
...
ridwan rebel...
ridwan rebel...

Comments
Post a Comment